Tema: Peningkatan Produktivitas Mahasiswa Indonesia di Mesir
Karya: Sayyida Aisyah Zahira
I. Pendahuluan
Mesir telah lama menjadi tujuan utama
para pelajar Indonesia Muslim untuk menimba ilmu khususnya di bidang keislaman
dan ilmu sosial. Bagaimana tidak, di dalamnya ada Al-Azhar, mercusuar ilmu
islam tertua di dunia yang menjadi kiblat seluruh pelajar di dunia. Berawal
dari satu orang, kini ada ribuan mahasiswa Indonesia yang studi dan menetap di
negeri ini, membawa harapan keluarga dan bangsa untuk kembali sebagai
intelektual yang bermanfaat. Setiap orang tertuntut untuk memanfaatkan waktu
untuk menghasilkan sesuatu yang bermakna.
Jejak produktivitas mahasiswa
Indonesia di Al-Azhar sudah muncul sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Pada
tahun 1850 Abdul Manan Dipomenggolo memulai studinya di sana. Lalu pada tahun
1918, Janan Thaib menjadi alumni pertama Indonesia yang menyelesaikan gelar
tertinggi al-'Alamiyyah dari universitas ternama ini. Hal ini menegaskan
bahwa produktivitas dan jejak ilmiah mahasiswa Indonesia bukanlah sesuatu yang
baru, melainkan tradisi baik yang sudah berakar dari lama, juga membuktikan
bahwa durabilitas dan konsistensi pelajar Muslim Indonesia di Mesir sudah ada
sejak abad ke-19.
Produktivitas bukan sekedar soal kesibukan,
melainkan tentang bagaimana seorang mahasiswa mampu memaksimalkan waktunya
untuk mencapai tujuan yang mulia. Di tengah berbagai peluang dan tantangan yang
ada, mahasiswa Indonesia di Mesir seharusnya bisa meningkatkan produktivitas
mereka agar tidak sekedar "menjalani hidup", tetapi juga tumbuh dan
menyinari. Kemalasan adalah salah satu penyakit utama penghambat mahasiswa
tidak bisa produktif. Seseorang dikatakan produktif, dilihat dari beberapa
unsur berikut: tujuan yang jelas, manajemen waktu yang baik, hasil nyata yang
berdampak, konsistensi dalam proses, dan adanya evaluasi dan peningkatan
berkelanjutan.
II.
Problematika Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir)
Menurut data dari Sekretaris PPMI
Mesir saat ini ada 15.000 orang Mahasiswa Indonesia di Mesir, angka yang sangat
fantastis. Terjadinya perlonjakan jumlah Masisir di beberapa tahun terakhir
menjadi sebuah tantangan dan harapan tersendiri. Tantangan untuk benar-benar
merangkul, membimbing, dan mengarahkan mahasiswa baru untuk menentukan
tujuannya. Jika ini tidak bisa terlaksana secara maksimal, maka akan jadi
malapetaka nantinya. Kemudian jumlah Masisir yang tak sedikit ini juga menjadi
harapan yang bisa benar-benar mempelajari ilmu agama dan mengajarkannya ketika
kembali ke tanah air.
Masisir menghadapi berbagai tantangan
yang mempengaruhi tingkat produktivitas mereka. Penulis meyakini mahasiswa yang
datang ke Mesir mempunyai potensi besar dan akses terhadap sumber ilmu sangat
terbuka lebar, meskipun begitu banyak mahasiswa merasa kesulitan untuk
memaksimalkan waktunya secara efektif. Setelah mewawancarai beberapa rekan dan
mengamati keadaan Masisir saat ini, penulis akan merangkumkan beberapa
problematika utama yang sering dihadapi:
1. Kurangnya
Manajemen Diri
Kesadaran itu
mahal. Hidup jauh dari keluarga membuat beberapa orang sulit untuk hidup
disiplin. Terlebih jadwal kuliah yang fleksibel, tidak adanya sistem presensi
yang ketat, mahasiswa bebas memilih kegiatan apa yang diikuti menyebabkan ritme
belajar menjadi longgar.
2. Distraksi
Digital dan Sosial Media
Gawai dan
sosial media menjadi salah satu faktor utama penyebab time wasting. Banyak
mahasiswa menghabiskan waktu berjam-jam untuk dunia virtual tanpa disadari,
terlena scroll media sosial yang berkedok healing, main game
online tanpa adanya pembatasan waktu, sehingga aktivitas akademik dan
pengembangan diri terhambat. Sungguh masalah anak zaman now yang harus
menjadi perhatian bersama.
3. Kurangnya
Mentoring dan Pengawasan dari Senior
Menurut data
PPMI Mesir, kurang lebih ada sekitar 1.200 - 2.000 mahasiswa yang datang ke
Mesir setiap tahunnya. Sangat disayangkan jika tidak adanya peran senior dalam
bimbingan dan pengawasan untuk mahasiswa baru, karena bunga akan berkembang
jika ada siraman, begitupun mahasiswa baru. Kurangnya mentoring ini menyebabkan
tidak adanya kejelasan target hidup selama studi di Mesir
4. Minimnya
Target dan Perencanaan Hidup
Sebagian
mahasiswa datang ke Mesir hanya dengan "niat menuntut ilmu", tanpa
memetakan secara jelas tujuan jangka panjang, target akademik, ataupun rencana
kontribusi setelah lulus. Padahal dengan adanya tujuan dan target yang jelas,
Masisir punya alasan setiap harinya untuk bangkit dan lebih produktif lagi.
5. Kondisi
Ekonomi dan Tuntutan Hidup
Tak sedikit
Masisir yang harus bekerja sambilan untuk mencukupi biaya hidup. Hal ini tentu
berdampak pada waktu belajar dan energi yang tersisa untuk kegiatan lain.
6. Siklus Hidup
yang Tidak Teratur
Menurut riset
yang saya lakukan, sebagian besar Masisir memulai kegiatannya pada siang sampai
malam hari, dikarenakan adanya kegiatan yang sampai larut malam, baik kegiatan
bermanfaat ataupun tidak. Menurut National Sleep Foundation dan berbagai studi
kesehatan, pola tidur ideal untuk orang dewasa (usia 18-64 tahun) adalah 7
hingga 9 jam per malam. Tidur pada rentang waktu ini mengikuti ritme sirkadian
alami tubuh, yang membantu otak dan organ tubuh bekerja optimal, sehingga
meningkatkan produktivitas, konsentrasi, dan menghindari burnout. Pun
jarangnya memakan makanan bergizi seperti sayur dan buah, menjadi salah satu
penghambat produktivitas anak muda.
III. Pentingnya
Mengetahui Target dan Tujuan Hidup sebagai Mahasiswa
"Tujuan bukan hanya untuk
dicapai, tetapi untuk mengarahkan tindakan kita sehari-hari," kata Stephen
R. Covey dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People (1998).
Menjadi mahasiswa di luar negeri bukan hanya
soal menuntut ilmu, tetapi juga harus bisa menentukan dan menyusun arah hidup.
Tanpa target dan tujuan yang jelas, kehidupan akademik dan sosial mahasiswa
akan berjalan tanpa arah. Tujuan hidup menjadi kompas yang menuntun arah
langkah mahasiswa agar tetap konsisten dalam belajar dan selektif dalam memilih
aktivitas.
Dalam hal ini, penulis menyarankan
agar Masisir memetakan goal setting jangka pendek, yang mencakup target
harian, mingguan, bulanan, kitab turats yang ingin dikhatamkan, buku
yang ingin dibaca, soft skill yang ingin dikuasai, target nilai kuliah,
dan lain-lain. Tak lupa juga target jangka panjang, yang meliputi target
tahunan, karier dan kontribusi masyarakat. Penting juga untuk mahasiswa membuat
diagram prioritas, supaya fokus bisa lebih terarah.
IV.
Optimalisasi Manajemen Waktu
"Segala sesuatu bisa berulang,
kecuali waktu, ia tidak bisa dikembalikan," kata Prof. Dr. Hassan Syafi'i.
Salah satu faktor utama yang menentukan produktivitas mahasiswa adalah
kemampuan mengelola waktu. Realita kehidupan di Mesir yaitu dengan adanya
jadwal akademik yang fleksibel--non presensi kehadiran, kurangnya pengawasan
orang tua, dan kurangnya kesadaran mahasiswa menjadi celah yang seringkali
menjerumuskan mahasiswa pada kebiasaan menunda-nunda dan kurang terarah dalam
menjalani hari-hari mereka. Mungkin mahasiswa belum tahu bahwa setiap penundaan
kecil adalah kemunduran besar bagi suatu impian, seperti yang dikatakan oleh Robin Sharma, penulis The 5 AM Club.
Manajemen waktu
membantu mahasiswa untuk menyeimbangkan antara aktivitas akademik, organisasi,
ibadah, dan kehidupan pribadi. Solusi yang penulis tawarkan adalah menyusun
perencanaan yang terstruktur, seperti menggunakan jadwal harian, teknik time
blocking atau aplikasi pengingat digital, mahasiswa bisa memetakan
prioritas dan menghindari penumpukan tugas di akhir. Hal ini juga mengurangi
stres, meningkatkan konsistensi, dan memberi ruang untuk evaluasi diri secara
berkala.
Sejalur dengan jurusan yang penulis
ambil, dalam perspektif Hadits, waktu luang merupakan nikmat yang sering
disia-siakan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ada dua nikmat yang banyak
manusia tertipu karenanya: kesehatan dan waktu luang." Dengan memahami
nilai waktu secara spiritual dan praktis, mahasiswa seharusnya tergerak untuk
lebih menghargai waktu.
V. Inovasi
Solutif: Life Tracker untuk Mahasiswa
“Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas
yang mendahulukan istirahat sebelum lelah,” kata Buya Hamka, pecutan yang
selalu saya ingat ketika sedang malas.
Sebagai bentuk solusi praktis yang
dapat diterapkan Masisir, penulis mengusulkan penggunaan Life Tracker ─ sebuah
alat bantu efektif untuk memetakan mimpi, target, dan langkah konkret harian.
Penulis memberikannya nama Bintang Terang. Hal ini terinspirasi dari kawan saya
yang sempat belajar di Tahfidz Leadership. Ia menjelaskan dalam diskusinya
bersama saya bahwa Bintang Terang ini sangat membantunya dalam memetakan apa
yang ada dalam otaknya.
Melalui tracker ini, mahasiswa
tidak hanya mencatat apa saja yang harus dilakukan, tetapi juga merefleksikan
sejauh mana progresnya berjalan. Bintang Terang ini berisi apa visinya di
dunia, visi di akhirat, passion, target, action, dan lain-lain.
Penulis juga akan menambahkan lembar pola hidup sehat dan pengingat untuk study-life
balance. Hal ini sejalan dengan pendapat salah satu narasumber saya, yang
menyatakan bahwa jurnaling itu penting. Ia konsisten melakukan jurnaling tiap
harinya dan merasakan bahwa dengan itu ia bisa lebih mengenali diri sendiri.
Penulis harap dengan adanya life tracker ini bisa membantu banyak
Masisir dalam menentukan target hidupnya selama studi di Azhar. Ini juga bisa
menjadi salah satu produk yang bisa dijual oleh Senat Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin, selain bisa menambah pemasukan untuk lembaga, tracker ini
juga bisa menjadi ladang amal jariyah bagi para pengurusnya, karena
sudah menyelamatkan masa depan banyak orang.
VI. Penutup
Produktivitas Mahasiswa Indonesia di Mesir
bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai, asalkan diiringi dengan
kesadaran, strategi, dan lingkungan yang tepat. Tiga langkah utama yang telah
dibahas ─ pentingnya mengetahui target dan tujuan hidup, optimalisasi manajemen
waktu, dan life tracker ─ merupakan fondasi penting dalam membentuk
pribadi mahasiswa yang tidak hanya sibuk, tetai juga berdampak.
Terakhir, sebagai pengingat untuk kita
semua, ada kutipan yang penulis suka, “We are what we repeatedly to do.
Excellence, then, is not an act, but a habit,” kata Aristotle (dikutip oleh
Will Durant dalam The Story of Philosophy, 1926). Produktivitas bukan tentang
usaha sesekali, tapi tentang kebiasaan sehari-hari yang dibangun secara sadar.
“Perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten jauh lebih berarti daripada
perubahan besar yang jarang dilakukan,” James Clear dalam buku Atomic Habits
(2018). Saatnya Masisir bangkit dan produktif!
VII. Daftar
Pustaka
1.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih
al-Bukhari. Beirut: Dar ibn Katsir.
2.
Aristotle. The Story of Philosophy, dikutip
oleh Will Durant. New York: Simon & Schuster, 1926.
3.
Bailey, Chris. The Productivity Project:
Accomplishing More by Managing Your Time, Attention, and Energy. New York:
Crown Business, 2016.
4.
Clear, James. Atomic Habits: An Easy &
Proven Way to Build Good Habits & Break Bad Ones. New York: Avery,
2018.
5.
Covey, Stephen R. The 7 Habits of Highly
Effective People. New York: Free Press, 1989.
6.
Knapp, Jake & Jeratsky, John. Make
Time: How to Focus on What Matters Every Day. New York: Currency. 2018.
7.
Sharma, Robin. The 5 AM Club: Own Your
Morning, Elevate Your Life. Toronto: HarperCollins, 2018.
8.
Yahya, Ismail. “Mahasiswa Indonesia di
Al-Azhar: Telaah Historis Awal Hubungan Indonesia-Mesir.” Tsaqafah Vol.
5 No. 2, 2009.
9.
Nopriansyah (pelajar di Tahfidz Leadership). Wawancara
pribadi, melalui Whatsapp, 12 Juli 2025.
10.
Nur
Afifah Auliyak. Wawancara pribadi, langsung di Kairo, 13 Juli 2025.
11.
Naila
Arifaini. Wawancara pribadi, langsung di Kairo, 13 Juli 2025.
12.
Muhammad
Aulia Rozaq (Sekretaris PPMI Mesir). Wawancara pribadi, melalui
Whatsapp, 14 Juli 2025.
13.
Navira
Nailal Ula. Wawancara pribadi, langsung di Kairo, 14 Juli 2025.
14.
Fellexandro Ruby. (2021). Dibacain: Fokus
ke 1%, Dapet Hasil 300% ─ Atomic Habits (James Clear). Youtube.
Komentar